Kamis, 16 Maret 2017

KEAJAIBAN DI MALAM NATAL

Pertempuran Bulge ( (16 Desember 1944 – 25 Januari 1945) adalah pertempuran paling berdarah dan terbesar yang melibatkan Amerika Serikat pada Perang Dunia II dan Jerman ada di pihak lawan.

Namun, sebuah keajaiban terjadi di tengah pertempuran yang menewaskan puluhan ribu orang tersebut.

Kala itu, malam Natal 1944, seorang bocah laki-laki dan ibunya berada di dalam pondok kayu mereka yang berada di hutan di wilayah Ardennes, Belgia. Sang ayah, yang berprofesi koki, diterjunkan dalam pertempuran untuk membantu pihak Jerman.

Ilustrasi 1: Kondisi tentara AS berlindung di tengah salju saat
perang melawan Jerman dalam pertempuran Bulge.
Di sanalah, Elisabeth Vincken dan putranya, Fritz berlindung dari cuaca beku, juga dari pasukan musuh yang bersembunyi di pedesaan, yang siap menerjang. Tiba-tiba, suara mencurigakan terdengar. Seperti ada seseorang datang.


Pintu pun dibuka. Jantung Nyonya Vincken serasa copot saat menemukan sekelompok tentara AS di depan rumahnya dan salah satu dari mereka dalam kondisi terluka.

Mati-matian ia menyingkirkan perasaan khawatir bakal dieksekusi mati karena menolong tentara musuh. Demi kemanusiaan, ia mengizinkan para serdadu AS itu masuk ke rumahnya.

Fritz Vincken muda
Perempuan mulia itu tak bisa bicara Bahasa Inggris. Sementara, tentara AS tak bisa Bahasa Jerman. Namun, mereka akhirnya bisa berkomunikasi dengan Bahasa Prancis.

Tak lama kemudian, ketukan keras terdengar dari arah pintu. Nyonya Vincken takut bukan kepalang, ia khawatir bisa jadi tentara Jerman yang datang. Maka, ia membuka pintu secara perlahan, dan perkiraannya benar.

Pikirannya berkecamuk hebat. Ada kemungkinan para tentara Jerman tak punya belas kasihan dan bakal menembaki serdadu-serdadu AS yang ia tampung.

Ilustrasi 2 : Kondisi Nyonya Vincken meminta tentara Jerman untuk
menanggalkan senjatanya.
Perempuan hebat itu lalu melangkah keluar. Kepada para tentara Jerman, ia berjanji akan menyediakan makan malam yang disajikan panas dan meminta mereka menanggalkan bedil yang tersandang -- syarat serupa yang dimintanya pada pihak AS.

Dan karena itu adalah malam Natal, Nyonya Vincken mengatakan pada para serdadu, ia sedang menerima tamu lain.

Maka, anggota pasukan Jerman itu pun masuk ke dalam pondok. Suasana sungguh canggung ketika dua pihak yang berlawanan itu saling tatap.

Akhirnya, salah satu serdadu Jerman, seorang paramedis, memecah kebekuan dengan menawarkan bantuan membalut luka tentara AS yang cedera.

Fritz Vincken, yang kala itu masih bocah, menceritakan kembali insiden tersebut dalam wawancara dengan WII History Network.

Ia menceritakan, sang ibu akhirnya kembali ke dapur. Memasukkan bahan-bahan tambahan pada setup (Setup adalah suatu cara membuat masakan menjadi empuk dengan jalan memanaskan makanan seperti daging yang sudah digoreng atau sayuaran yang sudah direbus dengan sedikit air dan menggunakan api kecil. Dengan cara ini bumbu masakan akan lebih meresap dan makanan akan menjadi lebih empuk) yang sedang dimasak.

Ilustrasi 3 : Tentara Jerman dan AS makan semeja dalam
perayaan natal
Kemudian dua pihak berseteru itu duduk menghadap meja makan, bersama tuan rumah, menikmati makan malam yang hangat. Setelahnya, seorang tentara Jerman -- eks mahasiswa kedokteran -- mengobati luka serdadu AS.

"Lalu, Ibu membaca Alkitab dan menyatakan bahwa ada setidaknya satu malam yang damai di tengah perang, pada malam Natal di Hutan Ardennes," kata dia.

"Setelah beristirahat cukup, para tentara saling mengucapkan selamat tinggal dan berpisah jalan. Tentara Jerman memberitahukan pihak AS jalan menuju kamp Amerika,  dan memberikan kompas agar mereka bisa menemukannya."

Fritz menyebut, kepribadian kuat dan kebaikan hati sang ibu mungkin membuat pihak Jerman tak menangkapnya (atas tuduhan membantu musuh). "Tempat untuk beristirahat, makanan hangat, dan tempat berlindung dari udara beku. Mereka sungguh menghargainya."

Nyonya Vincken tak sempat bertemu dengan orang-orang yang ia tolong, namun Fritz bertemu kembali dengan dua serdadu AS. Kini, ia bahkan tinggal di Hawaii.

"Beberapa tahun telah berlalu sejak pertempuran paling berdarah dalam semua perang itu. Namun, kenangan malam itu di Ardennes (Belgia) tak pernah lekang dari ingatan. Kekuatan batin dan intuisi seorang perempuan hebat, telah mencegah pertumpahan darah yang mungkin terjadi," kata Fritz.

Apa yang dilakukan sang ibu, menurut Fritz, menjadi bukti bahwa 'kehendak Tuhan melampaui kehendak manusia'.


"Saya akan selalu ingat sosok seorang ibu dan tujuh tentara muda, yang bertemu sebagai musuh, namun berpisah sebagai teman, di tengah Pertempuran Bulge."

==============================================================

Sumber Tulisan dan gambar 1: Nurul Basmalah, 2016, 3 Bukti Masih Ada Rasa Kemanusiaan di Tengah Perang Dunia II, http://global.liputan6.com/read/2665187/3-bukti-masih-ada-rasa-kemanusiaan-di-tengah-perang-dunia-ii, diakses 16 Maret 2017.

Sumber Gambar Fritz Vincken: Joalena Ashmore, 1997, Interview of Fritz Vincken, http://ba-ez.org/educatn/lc/oralhist/vincken.htm, diakses 16 Maret 2017

Sumber Gambar 2 dan 3: NN, 2012, Un cuento de Navidad en medio de la II Guerra Mundial, http://www.jetcero.com/?p=4500, diakses 16 Maret 2017.

1 komentar: